"Masa iya sih gue kaya gitu? Perasaan nggak deh. Yang gue lakuin cuma gini aja kok, masa disangka kayak gitu, masa dikritik gitu sih. Ngga ah kayaknya." ucapku di depan cermin seusai mendapat kritik dari teman organisasiku.
"Dahulu, aku pun gak terima dikritik, ngerasa gak kayak gitu kok." sekali lagi, itu menurut ku.
Menelisik jauh lebih dalam, memikirkan, mengingat kembali apa yang telah aku lakukan, dan menyamakan dengan apa yang mereka bilang, ternyata benar.
Aku punya blind spot, titik buta. Di mana hanya orang lain yang bisa melihatnya. Tentang kekuranganku, tentang apa yang berlebihan, tentang apa yang harus aku perbaiki.
Sadar atau tidak, mereka para pemberi kritik adalah seorang pemerhati yang sejati, di mana ketika yang lain hanya tahu kelebihanmu, dan tak mau ambil pusing dengan kekuranganmu, dan mereka ingin kau jadi lebih baik, iya mereka, sebenar-benarnya teman.
Saat kita mendapat kritik, berusahalah untuk menyampingkan ego dan amarah. Dengarkan apa penilaian orang tentangmu, bisa jadi, itulah kenyataan yang ada, yang tak kau sadari, motivasi yang tersembunyi di balik kritik yang kadang menyesakkan hati.
Berlapang dada tak hanya tugas orang yang dikritik. Tapi pengkritik pun harus lapang dada dan bijak, untuk menyampaikan kritik itu di saat yang tepat dan cara yang tepat. Banyak orang yang lari dan membenci ketika dikritik, bukan karena hal yang disampaikannya, tapi cara dan situasi yang tak tepat.
Mengutip dari ceramah Ustadz Khalid Basalamah, bahwa: "Seseorang yang marah apabila dikritik, berarti ia mempunyai masalah dengan tingkat egoisnya. Jika kita dikritik manusia, mungkin itu salah satu cara Allah untuk mengingatkanmu, akan sesuatu yang terlupakan olehmu, agar kamu lebih memperhatikan hal tersebut."
Bahkan manusia sekelas Khalifah Umar saja lebih suka dengan orang yang menunjukkan kesalahannya dibandingkan kelebihannya.
Masa kita yang biasa aja begini maunya dipuji terus? Sadari, bahwa pujian itu ujian, dan berpotensi melenakan kita, membuat kita merasa sudah baik, bahkan merasa lebih baik dari yang lain.
Waspadalah! 😊
Jkt, 16-10-2016
-dhfrds-
"Dahulu, aku pun gak terima dikritik, ngerasa gak kayak gitu kok." sekali lagi, itu menurut ku.
Menelisik jauh lebih dalam, memikirkan, mengingat kembali apa yang telah aku lakukan, dan menyamakan dengan apa yang mereka bilang, ternyata benar.
Aku punya blind spot, titik buta. Di mana hanya orang lain yang bisa melihatnya. Tentang kekuranganku, tentang apa yang berlebihan, tentang apa yang harus aku perbaiki.
Sadar atau tidak, mereka para pemberi kritik adalah seorang pemerhati yang sejati, di mana ketika yang lain hanya tahu kelebihanmu, dan tak mau ambil pusing dengan kekuranganmu, dan mereka ingin kau jadi lebih baik, iya mereka, sebenar-benarnya teman.
Saat kita mendapat kritik, berusahalah untuk menyampingkan ego dan amarah. Dengarkan apa penilaian orang tentangmu, bisa jadi, itulah kenyataan yang ada, yang tak kau sadari, motivasi yang tersembunyi di balik kritik yang kadang menyesakkan hati.
Berlapang dada tak hanya tugas orang yang dikritik. Tapi pengkritik pun harus lapang dada dan bijak, untuk menyampaikan kritik itu di saat yang tepat dan cara yang tepat. Banyak orang yang lari dan membenci ketika dikritik, bukan karena hal yang disampaikannya, tapi cara dan situasi yang tak tepat.
Mengutip dari ceramah Ustadz Khalid Basalamah, bahwa: "Seseorang yang marah apabila dikritik, berarti ia mempunyai masalah dengan tingkat egoisnya. Jika kita dikritik manusia, mungkin itu salah satu cara Allah untuk mengingatkanmu, akan sesuatu yang terlupakan olehmu, agar kamu lebih memperhatikan hal tersebut."
Bahkan manusia sekelas Khalifah Umar saja lebih suka dengan orang yang menunjukkan kesalahannya dibandingkan kelebihannya.
Masa kita yang biasa aja begini maunya dipuji terus? Sadari, bahwa pujian itu ujian, dan berpotensi melenakan kita, membuat kita merasa sudah baik, bahkan merasa lebih baik dari yang lain.
Waspadalah! 😊
Jkt, 16-10-2016
-dhfrds-
posted from Bloggeroid
0 komentar:
Posting Komentar