Generasi emas pada zaman Rasulullah saw adalah generasi yang berisi pemuda-pemuda pemberani, yang mengerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk membela dan kemenangan Islam. Kekaguman pun muncul kepada generasi emas pada zaman Rasulullah saw ini, karena seluruh kontribusi yang mereka berikan untuk Islam mereka lakukan di usia yang masih sangat muda. Sebagai contoh, Az Zubair bin Awwam. Ia adalah sosok pemuda teman diskusi Rasulullah saw, anggota pasukan berkuda, tentara yang pemberani, pemimpin dakwah Islam di zamannya dalam usia 15 tahun. Sementara Thalhah bin Ubaidillah, seorang pembesar utama barisan Islam di Makkah, singa podium yang handal, pelindung Nabi saat perang Uhud berkecamuk dengan tujuh puluh luka tusuk tombak, donatur utama fii sabilillah, mendapat julukan dari Rasulullah saw: Thalhah si Pemurah, Thalhah si Dermawan di usianya yang masih sangat muda. Sa’ad bin Abi Waqash, seorang ksatria berkuda muslimin paling berani di saat usianya baru menginjak 17 tahun. Ia dikenal sebagai pemanah terbaik, sahabat utama yang pertama kali mengalirkan darahnya untuk Islam, lelaki yang disebut Rasulullah saw sebagai penduduk surga. Zaid bin Tsabit, mendaftar jihad fii sabilillah sejak usia 13 tahun, pemuda jenius mahir baca-tulis. Hingga Rasulullah saw bersabda memberi perintah: “Wahai Zaid, tulislah….”. Ia mendapat tugas maha berat, menghimpun wahyu, di usia 21 tahun. Usamah bin Zaid, namanya terkenal harum sejak usia 12 tahun, mukmin tangguh dan muslim yang kuat, Rasulullah saw menunjuknya sebagai panglima perang di usianya yang ke-20 dan memimpin armada perang menggempur negara adikuasa Romawi di perbatasan Syiria dengan kemenangan gemilang.
Beda zaman, beda perjuangan, beda kontribusi. Jika pada zaman Rasulullah saw para pemuda harus berhadapan dengan musuh-musuh Islam secara langsung, membela Islam dengan perang, membawa pedang, panah, tameng, serta menunggang kuda, maka setelah kemenangan Islam, perjuangan yang dilakukan para pemuda Islam bukanlah perjuangan yang menggunakan fisik lagi, melainkan dengan pemikiran. Seiring bergulirnya waktu, bergantinya zaman, hingga saat ini kita sampai pada suatu masa dengan kemudahan di segala aspek kehidupan. Ya, kita tiba di era globalisasi atau zaman modern. Musuh-musuh Islam pun memanfaatkan zaman ini untuk menaklukkan Islam, dan yang perlu diketahui adalah: mereka tidak akan menggunakan cara yang sama untuk menyerang Islam. Tidak dengan perang fisik. Lalu dengan cara apa? Jawabannya adalah: Ghozwul Fikr, atau perang pemikiran. Mengapa dikatakan demikian? Generasi Islam saat ini disuguhkan dengan berbagai macam kesenangan, agar mereka lupa dengan kewajiban mereka sebagai seorang muslim, bahkan dapat membuat mereka meninggalkan Islam. Sedikit contoh, generasi saat ini lebih suka membaca notifikasi media sosial daripada membaca al qur’an, menunda shalat karena sedang asyik chatting dengan teman, handphone ketinggalan hebohnya bukan main, tapi giliran al qur’an yang ketinggalan, biasa-biasa saja. Itu baru dari aspek teknologi saja, sudah membuat kita lalai akan perintah Allah, belum lagi ditambah dengan aspek yang lain seperti musik, makanan, pakaian, dan film. Pertanyaannya adalah: “Apakah kita sebagai generasi Islam terus-terusan mau seperti ini?”, terbawa arus globalisasi? Musuh-musuh Islam dengan bangganya tertawa melihat kita yang semakin lama semakin jauh dari Islam, karena dengan itu, berarti mereka telah menang! Mereka berhasil membuat generasi ini tidak suka baca al qur’an, berhasil membuat kita lalai dalam sholat bahkan meninggalkan sholat sekalipun! Inilah kenyataan perang yang sesungguhnya dihadapi generasi ini. Namun, tak banyak diantara kita yang menyadarinya.
Jika para pemuda pada zaman Rasulullah saw menyerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk menjadi garda terdepan dalam perang fisik melawan musuh-musuh Islam, bagaimana dengan kita? siapkah kita menjadi garda terdepan pula dalam menghadapi perang pemikiran ini?. Menjadi garda terdepan berarti siap untuk berkontribusi lebih, bagaimana caranya? Mari kita lihat kembali pada zaman Rasulullah saw, pemuda pada zaman itu sangat aktif dalam membela agama Allah, saling berlomba-lomba dalam kebaikan. Pemuda zaman sekarang selayaknya bisa seperti zaman Rasulullah saw, jika dikaitkan dengan dengan zaman modern, minimal pemuda Islam saat ini aktif dalam kegiatan dakwah dan mumpuni dalam segala bidang untuk kemuliaan Islam. Dakwah di sini tidak hanya ceramah, karena sesungguhnya banyak cara untuk berdakwah, bisa melalui karya tulis, musik religi, dan lain sebagainya. Di zaman modern ini, dakwah yang harus dilakukan adalah dakwah dengan potensi diri masing-masing. Jika kita adalah seorang yang ahli teknologi, atau suka dengan teknologi, kita bisa mempergunakan alat-alat komunikasi seperti handphone untuk hal-hal yang baik, misalnya menyebarkan info kajian, audio dari ceramah ustadz, dan lain-lain. Jika kita ahli komputer, maka kita berdakwah dengan membuat pamflet atau wallpaper nasehat yang sedang tren saat ini. Jika kita seorang ahli ekonomi, maka berdakwah dengan ekonomi, misalnya berusaha mengerakkan sistem ekonomi Islam. Begitu pun bidang-bidang yang lainnya yang kita kuasai atau sukai, bisa dimasukkan sisi agamanya.
Jika potensi diri kita dapat kita gunakan sebagai kontribusi untuk seluruh ummat, maka sekarang kita beralih kepada kontribusi di ladang dakwah yang sesungguhnya. Kita merangkul dan mengajak teman-teman kita yang sudah terlanjur terbawa arus zaman modern ini untuk kembali kepada jalan Allah. “Dakwah? Wah kan susah, gak bisa sembarangan, harus punya ilmu agama yang cukup, gak berani ah.” Ya, jika kita telah mengetahui bahwa dakwah dibutuhkan pemahaman agama yang cukup, maka jadikanlah itu sebagai motivasi untuk belajar dan membekali diri kita dengan ilmu agama lebih dalam lagi, karena agama adalah hal paling mendasar. Beberapa cara untuk mendalami agama adalah dengan membaca al qur’an, membaca buku-buku Islam, tarbiyah secara rutin, dan jangan lupa untuk memperhatikan akhlaq kita pula. Sasaran utama dakwah kita adalah teman-teman yang usianya tidak beda jauh dengan kita, karena hal itu pula, kita harus mempunyai strategi dakwah yang baik, dakwah yang bersahabat, dakwah yang tidak terkesan menggurui, agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik oleh teman-teman kita tersebut. Penguasaan bahasa yang baik dan cermat akan situasi merupakan bagian dari dakwah yang bersahabat. Bahasa yang disesuaikan dengan target dakwah kita, jangan sampai misalnya kita mau berdakwah ke anak gaul tetapi memakai tatanan bahasa baku, yang seperti itu kurang bisa diterima. Cermat akan situasi artinya kita mengetahui saat-saat yang tepat untuk menyampaikan nasehat atau motivasi islami kepada mereka. Lingkungan berpengaruh besar terhadap perilaku seseorang, maka cobalah kita tarik mereka sedikit demi sedikit dari lingkungan yang membawa dampak negatif kepada mereka, kita ajak mereka ke pengajian, kajian-kajian ilmu Islam, ajak terjun ke dunia dakwah, dan melakukan kebaikan yang lainnya. Hasilnya mungkin tidak akan cepat terlihat, karena pastinya dibutuhkan proses, sedikit demi sedikit mereka akan melakukan perubahan dari dirinya, kita bisa membuat mereka tidak lagi terbawa arus globalisasi, membuat mereka hidup di zaman modern tapi berdampingan dengan Islam, membuat mereka bisa menyaring dampak yang ditimbulkan oleh zaman ini, mengambil yang baik, dan membuang yang buruk.
“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia.” begitulah perkataan Presiden Soekarno. Begitu besar dampak yang akan diberikan kepada dunia ini jika seluruh pemuda dapat berkontribusi aktif dalam kebaikan, khususnya di zaman modern seperti ini. Pemuda Islam yang tak hanya memberikan kontribusi pada zaman modern ini, tapi juga menjadi pemuda Islam dalam generasi emas yang dapat menyongsong kebangkitan. Lalu, bagaimana caranya untuk menjadi generasi emas yang seperti ini? Ada empat pilar yang harus dimiliki oleh pemuda Islam. Keempat hal tersebut adalah: Faith, Intellectual, Leading, Life. atau disingkat FILL. Pertama adalah Faith (keyakinan), sebagai seperangkat prinsip dan nilai yang sekaligus menjadi misi suci dalam kehidupan, segala sesuatu harus dimulai dari keyakinan, karena keyakinan akan memberikan kekuatan. Kedua, Intellectual (kecerdasan). Intelektual yang mencakup kerja cerdas, kecerdasan menata pikiran, mental, dan juga fisik. Pemuda Islam harus memiliki semangat dalam belajar, yaitu semangat untuk mendayagunakan kemampuan yang ada pada dirinya, memiliki motivasi belajar yang benar, menjadi cerdas sekaligus memiliki karakter yang kuat. Ketiga, Leading (kepemimpinan), yang dalam artian seorang pemuda Islam harus bergerak memimpin, terdepan, dan bertanggung jawab. Keempat, Life (kehidupan), yang bermakna kehidupan yang luas, lebih tepatnya adalah seorang pemuda harus mempunyai tujuan hidup yang jelas, yang menjadi alasan bahwa kita tidak ingin hidup hanya meninggalkan tulisan dalam nisan kita, tapi kita ingin ada bekas kebaikan yang menjadi doa untuk kita dan untuk mendapatkan kehidupan yang sejati. Seorang pemuda Islam harus mengejar kehidupan yang lebih panjang dari masa umurnya, maka kehidupan itu adalah bola salju kebaikan yang akan terus membesar tatkala berputar.
Dengan bekal FILL, dan peran pemuda Islam yang seperti sudah dijabarkan di atas, semoga pemuda Islam dapat menyongsong kebangkitan untuk kejayaan ummat, bangsa, dan agama.
Beda zaman, beda perjuangan, beda kontribusi. Jika pada zaman Rasulullah saw para pemuda harus berhadapan dengan musuh-musuh Islam secara langsung, membela Islam dengan perang, membawa pedang, panah, tameng, serta menunggang kuda, maka setelah kemenangan Islam, perjuangan yang dilakukan para pemuda Islam bukanlah perjuangan yang menggunakan fisik lagi, melainkan dengan pemikiran. Seiring bergulirnya waktu, bergantinya zaman, hingga saat ini kita sampai pada suatu masa dengan kemudahan di segala aspek kehidupan. Ya, kita tiba di era globalisasi atau zaman modern. Musuh-musuh Islam pun memanfaatkan zaman ini untuk menaklukkan Islam, dan yang perlu diketahui adalah: mereka tidak akan menggunakan cara yang sama untuk menyerang Islam. Tidak dengan perang fisik. Lalu dengan cara apa? Jawabannya adalah: Ghozwul Fikr, atau perang pemikiran. Mengapa dikatakan demikian? Generasi Islam saat ini disuguhkan dengan berbagai macam kesenangan, agar mereka lupa dengan kewajiban mereka sebagai seorang muslim, bahkan dapat membuat mereka meninggalkan Islam. Sedikit contoh, generasi saat ini lebih suka membaca notifikasi media sosial daripada membaca al qur’an, menunda shalat karena sedang asyik chatting dengan teman, handphone ketinggalan hebohnya bukan main, tapi giliran al qur’an yang ketinggalan, biasa-biasa saja. Itu baru dari aspek teknologi saja, sudah membuat kita lalai akan perintah Allah, belum lagi ditambah dengan aspek yang lain seperti musik, makanan, pakaian, dan film. Pertanyaannya adalah: “Apakah kita sebagai generasi Islam terus-terusan mau seperti ini?”, terbawa arus globalisasi? Musuh-musuh Islam dengan bangganya tertawa melihat kita yang semakin lama semakin jauh dari Islam, karena dengan itu, berarti mereka telah menang! Mereka berhasil membuat generasi ini tidak suka baca al qur’an, berhasil membuat kita lalai dalam sholat bahkan meninggalkan sholat sekalipun! Inilah kenyataan perang yang sesungguhnya dihadapi generasi ini. Namun, tak banyak diantara kita yang menyadarinya.
Jika para pemuda pada zaman Rasulullah saw menyerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk menjadi garda terdepan dalam perang fisik melawan musuh-musuh Islam, bagaimana dengan kita? siapkah kita menjadi garda terdepan pula dalam menghadapi perang pemikiran ini?. Menjadi garda terdepan berarti siap untuk berkontribusi lebih, bagaimana caranya? Mari kita lihat kembali pada zaman Rasulullah saw, pemuda pada zaman itu sangat aktif dalam membela agama Allah, saling berlomba-lomba dalam kebaikan. Pemuda zaman sekarang selayaknya bisa seperti zaman Rasulullah saw, jika dikaitkan dengan dengan zaman modern, minimal pemuda Islam saat ini aktif dalam kegiatan dakwah dan mumpuni dalam segala bidang untuk kemuliaan Islam. Dakwah di sini tidak hanya ceramah, karena sesungguhnya banyak cara untuk berdakwah, bisa melalui karya tulis, musik religi, dan lain sebagainya. Di zaman modern ini, dakwah yang harus dilakukan adalah dakwah dengan potensi diri masing-masing. Jika kita adalah seorang yang ahli teknologi, atau suka dengan teknologi, kita bisa mempergunakan alat-alat komunikasi seperti handphone untuk hal-hal yang baik, misalnya menyebarkan info kajian, audio dari ceramah ustadz, dan lain-lain. Jika kita ahli komputer, maka kita berdakwah dengan membuat pamflet atau wallpaper nasehat yang sedang tren saat ini. Jika kita seorang ahli ekonomi, maka berdakwah dengan ekonomi, misalnya berusaha mengerakkan sistem ekonomi Islam. Begitu pun bidang-bidang yang lainnya yang kita kuasai atau sukai, bisa dimasukkan sisi agamanya.
Jika potensi diri kita dapat kita gunakan sebagai kontribusi untuk seluruh ummat, maka sekarang kita beralih kepada kontribusi di ladang dakwah yang sesungguhnya. Kita merangkul dan mengajak teman-teman kita yang sudah terlanjur terbawa arus zaman modern ini untuk kembali kepada jalan Allah. “Dakwah? Wah kan susah, gak bisa sembarangan, harus punya ilmu agama yang cukup, gak berani ah.” Ya, jika kita telah mengetahui bahwa dakwah dibutuhkan pemahaman agama yang cukup, maka jadikanlah itu sebagai motivasi untuk belajar dan membekali diri kita dengan ilmu agama lebih dalam lagi, karena agama adalah hal paling mendasar. Beberapa cara untuk mendalami agama adalah dengan membaca al qur’an, membaca buku-buku Islam, tarbiyah secara rutin, dan jangan lupa untuk memperhatikan akhlaq kita pula. Sasaran utama dakwah kita adalah teman-teman yang usianya tidak beda jauh dengan kita, karena hal itu pula, kita harus mempunyai strategi dakwah yang baik, dakwah yang bersahabat, dakwah yang tidak terkesan menggurui, agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik oleh teman-teman kita tersebut. Penguasaan bahasa yang baik dan cermat akan situasi merupakan bagian dari dakwah yang bersahabat. Bahasa yang disesuaikan dengan target dakwah kita, jangan sampai misalnya kita mau berdakwah ke anak gaul tetapi memakai tatanan bahasa baku, yang seperti itu kurang bisa diterima. Cermat akan situasi artinya kita mengetahui saat-saat yang tepat untuk menyampaikan nasehat atau motivasi islami kepada mereka. Lingkungan berpengaruh besar terhadap perilaku seseorang, maka cobalah kita tarik mereka sedikit demi sedikit dari lingkungan yang membawa dampak negatif kepada mereka, kita ajak mereka ke pengajian, kajian-kajian ilmu Islam, ajak terjun ke dunia dakwah, dan melakukan kebaikan yang lainnya. Hasilnya mungkin tidak akan cepat terlihat, karena pastinya dibutuhkan proses, sedikit demi sedikit mereka akan melakukan perubahan dari dirinya, kita bisa membuat mereka tidak lagi terbawa arus globalisasi, membuat mereka hidup di zaman modern tapi berdampingan dengan Islam, membuat mereka bisa menyaring dampak yang ditimbulkan oleh zaman ini, mengambil yang baik, dan membuang yang buruk.
“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia.” begitulah perkataan Presiden Soekarno. Begitu besar dampak yang akan diberikan kepada dunia ini jika seluruh pemuda dapat berkontribusi aktif dalam kebaikan, khususnya di zaman modern seperti ini. Pemuda Islam yang tak hanya memberikan kontribusi pada zaman modern ini, tapi juga menjadi pemuda Islam dalam generasi emas yang dapat menyongsong kebangkitan. Lalu, bagaimana caranya untuk menjadi generasi emas yang seperti ini? Ada empat pilar yang harus dimiliki oleh pemuda Islam. Keempat hal tersebut adalah: Faith, Intellectual, Leading, Life. atau disingkat FILL. Pertama adalah Faith (keyakinan), sebagai seperangkat prinsip dan nilai yang sekaligus menjadi misi suci dalam kehidupan, segala sesuatu harus dimulai dari keyakinan, karena keyakinan akan memberikan kekuatan. Kedua, Intellectual (kecerdasan). Intelektual yang mencakup kerja cerdas, kecerdasan menata pikiran, mental, dan juga fisik. Pemuda Islam harus memiliki semangat dalam belajar, yaitu semangat untuk mendayagunakan kemampuan yang ada pada dirinya, memiliki motivasi belajar yang benar, menjadi cerdas sekaligus memiliki karakter yang kuat. Ketiga, Leading (kepemimpinan), yang dalam artian seorang pemuda Islam harus bergerak memimpin, terdepan, dan bertanggung jawab. Keempat, Life (kehidupan), yang bermakna kehidupan yang luas, lebih tepatnya adalah seorang pemuda harus mempunyai tujuan hidup yang jelas, yang menjadi alasan bahwa kita tidak ingin hidup hanya meninggalkan tulisan dalam nisan kita, tapi kita ingin ada bekas kebaikan yang menjadi doa untuk kita dan untuk mendapatkan kehidupan yang sejati. Seorang pemuda Islam harus mengejar kehidupan yang lebih panjang dari masa umurnya, maka kehidupan itu adalah bola salju kebaikan yang akan terus membesar tatkala berputar.
Dengan bekal FILL, dan peran pemuda Islam yang seperti sudah dijabarkan di atas, semoga pemuda Islam dapat menyongsong kebangkitan untuk kejayaan ummat, bangsa, dan agama.
posted from Bloggeroid
0 komentar:
Posting Komentar