Selasa, 12 November 2019
Jumat, 22 Februari 2019
Esai Beasiswa Bazma Pertamina - Dwi Handayani
Kamis, 10 Mei 2018
Ngampus Tanpa Musuh
![]() |
source: google |
Dalam menjalani kehidupan kampus, pada umumnya teman terdekat adalah mereka yang berada di kelas yang sama dengan kita, Kita akan bertemu mereka dalam setiap jadwal mata kuliah yang telah ditetapkan. Berinteraksi dalam berbagai macam hal, mulai dari membicarakan tugas kampus diskusi saat mata kuliah, kegiatan di luar kampus, pekerjaan, dosen kece, dosen gak asik, atau paling sederhananya ngomongin gebetan baru. Tentu saja masih banyak hal yang bisa jadi topik pembicaraan para mahasiswa, bahkan sampai ke masalah pribadi sekalipun.
Untuk topik tertentu seperti menceritakan masalah pribadi, pastinya gak semua anak dalam satu kelas punya kesempatan untuk tahu mengenai hal itu. Dibutuhka kedekatan personal yang cukup untuk menimbulkan rasa percaya kepada seseorang untuk berbagi hal yang tergolong privasi buat kita. Kedekatan personal itu tidak bisa didapatkan secara instan, diperlukan waktu yang lama dan interaksi yang cukup sering untuk mendapatkan suatu ucapan: "Gue percaya sama lo." Hal yang seperti ini bisa dibangun mulai dari hal yang sangat sederhana, contohnya: Memang udah kenal sebelum masuk kampus, orang pertama yang dikenal pas di kampus, teman pulang bareng, satu tempat kerja, sering ngumpul bareng, duduk sebelahan pas di kelas, punya kepribadian yang mirip, dan lain sebagainya.
Nah, dalam hal tumbuhnya kedekatan ini tidaklah mungkin satu orang bisa dekat dengan semua anak yang berada di dalam kelas tersebut, biasanya untuk teman yang sangat dekat tidak lebih dari sepuluh orang saja. Mereka berteman dengan semuanya, hanya saja mereka punya kedekatan yang lebih dengan beberapa orang yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas. Akan tetapi, kedekatan yang mereka bangun memberikan sudut pandang tersendiri bagi mereka yag bukan tergolong orang yang memiliki kedekatan lebih. Untuk mereka yang misalnya sangat dekat dengan lima orang saja, maka bila terlalu asik dengan dunia mereka sendiri, seakan-akan mereka menutup diri dengan yang lain, seperti membentuk kubu. Untuk mereka yang berada di luar kubu tersebut, seringkali mereka merasa terasingkan dari pembicaraan yang mereka lakukan.
Hal yang lebih riskan yang sering terjadi adalah akan timbul opini bahwa mereka tidak mau berteman diluar kubu mereka tersebut, hanya berkumpul dengan beberapa kesamaan saja, misal mereka yang aktif atau pintar di kelas, dan yang lebih parahnya, timbul pula gelar musuh yang diakibatkan oleh persaingan dalam beberapa persoalan. Hal seperti ini sangatlah berbahaya apabila terjadi tanpa adanya pengertian satu sama lain, hanya mengembangkan dugaan-dugaan yang tak pernah menemukan titik terang. Suasana kelas sudah tidak terasa kondusif lagi bagi beberapa orang, mereka tidak bisa menikmati keindahan berteman, datang ke kampus hanya untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu atau penggugur kewajiban atas kehadiran di kampus, teman bukanlah kebutuhan, seperti ada yang syukur, gak ada juga tak masalah.
Untuk persoalan seperti ini ada baiknya masing-masing setiap individu menanamkan sifat berbaik sangka kepada setiap temannya, dan mencoba untuk mengenali bagaimana sifat individu tersebut sebelum pada akhirnya memutuskan untuk menilai, karena setiap orang tentunya memiliki kepribadian yang berbeda, bahkan hal ini membutuhkan waktu cukup lama untuk benar-benar dipahami. Jadi, hal pertama yang harus ditekankan adalah: jangan terlalu cepat menilai seseorang itu baik atau buruk. Salah satu khalifah umat Islam yaitu Khalifah Umar Bin Khaththab ra berkata: "Janganlah kamu menilai seseorang itu baik sebelum kamu berpergian dengannya, bermuamalah dengannya, dan memberinya amanah."
Masalah atau kesalahpahaman dalam suatu hubungan sudah lumrah terjadi, bahkan hampir tak bisa dihindari. Kembali lagi bagaimana cara kita mengatasinya dan menempatkan berbaik sangka di atas segalanya, mengklarifikasi kepada orang yang bersangkutan secara langsung, bukan dengan orang di luar masalah tersebut yang bahkan tidak tahu apa-apa, bisa jadi dilebihkan atau dikurangkan. Membuat permasalahan tidak menemukan titik solusi terbaiknya. Ada kalanya juga kita menahan ego masing-masing, demi mengembalikan hubungan menjadi baik kembali, meminta maaf, mengalah bukan berarti kalah.
Pahami bagaimana diri kita sebelum kita memahami orang lain, karena itu akan memudahkan kita untuk memberikan respon atas setiap permasalahan yang ada. Ini adalah tentang bagaimana kita membawa diri dalam lingkungan yang cukup luas, bersosialisasi adalah salah satu kebutuhan manusia. Seringkali kebertahanan kita dengan dunia yang kita miliki atau mengatasnamakan sifat yang ada sebagai alasan untuk tidak membuka diri kepada orang lain. Interaksi yang baik tercipta karena aktifnya kedua belah pihak. Bukan hanya satu. Kita tidak bisa menuntut orang lain untuk menuruti apa mau kita, tapi bisa dikomunikasikan dan membuat kesepakatan. Bagaimanakah hubungan pertemanan ini akan berjalan.
Minggu, 19 November 2017
Inilah Teladan Sang Keajaiban Zaman
DAFTAR PUSTAKA
Sabtu, 15 Juli 2017
Ketidaksempurnaan yang Menyempurnakan
Waktu bergulir begitu cepat, hingga ku lupa sudah berapa lama kita tumbuh bersama. Bila orang berkata setiap pertemuan akan ada perpisahan, maka aku memilih tak mengingat kapan pertama kali kita bersua, kan ku biarkan kenangan-kenangan itu terajut tanpa batas waktu yang akan menghentikannya. Indah atau tidaknya aku tak peduli, selama di sisimu, aku selalu merasa berarti.
Kita, dua insan yang berbeda, tapi tak pernah menuntut tuk menjadi sama. Cukuplah mengerti bahwa kau hebat dengan hebatmu, lemah dengan lemahmu, dan aku pun begitu. Belajar adalah cara kita untuk bisa bertransformasi menjadi suatu titik positif yang menjadi kelebihan masing-masing diri, tak pernah ada skenario menjatuhkan, atau berpura-pura baik tapi menusuk dari belakang.
Kamu, menambahkan sebuah arti kehidupan, yang ku tahu hanya ada keindahan dan bahagia yang berkelanjutan. Bukan tak ada duka dan tangis yang mengiringi, tapi ku maknai itu untuk meyakinkan diri bahwa kita adalah pejuang sejati. Bertahan pada setiap keadaan, tanpa meninggalkan, selalu mengulurkan tangan, mengajak bangkit meski perlahan.
Begitu banyak peran yang kau mainkan hanya demi seorang aku. Menjadi adik, sahabat, kritikus, pendengar, guru, motivator, perencana, pengingat waktu, penulis, dan tiba-tiba menjadi seorang yang begitu puitis. Banyak kisah yang telah kau jabarkan, yang mungkin tak sembarang orang dapat tahu bagaimana kamu bisa bertahan, meski jatuh tapi kau buktikan bahwa itu bukanlah kekalahan.
Berulang kali aku katakan kepadamu bahwa aku bukanlah seorang yang sempurna, yang hidupnya tanpa cacat dan cela. Tak jarang aku menunduk, menangis saat mendapati diriku belum layak untuk disebut sebagai teladan bagimu. Tapi, tanpa kau sadari kau menuntunku untuk perlahan memperbaiki diri, dari hal kecil yang mungkin sering aku abaikan selama ini.
Saat kau utarakan mimpimu, maka seketika aku bersiap untuk menjadikan itu bagian dari mimpiku juga. Karena aku memaknai sebuah kesuksesan bukan hanya tentang diriku sendiri. Ku ingat sebuah kalimat motivasi: "Jika engkau ingin berjalan cepat, maka berjalanlah sendiri. Jika engkau ingin berjalan jauh, maka berjalanlah bersama." dan aku, ingin mimpi kita menyatu tuk kita perjuangkan bersama, menapaki setiap jengkal dunia. Memberi manfaat pada khalayak, juga membela agama Allah. Aku ingin mimpi kita menyatu, sebagai sarana tuk meraih tempat terindah yang bernama surga. Bertemu dengan Rabb semesta.
Perihal mencari ilmu, tak ku ragu, bahwa kau adalah pencari ilmu sejati, meski ku katakan kembali, kita saling melengkapi. Setiap tempat ilmu yang kita datangi, kau menjadi seorang pengabadi moment dalam gambar, dan aku menjadi penulis atas setiap ilmu yang tercurahkan. Kombinasi yang apik antara aku dan kamu, tak lengkap jika salah satunya tak ada. Kita berjalan beriringan, dengan minat dan bakat yang telah mengalir dalam darah, tak pernah memaksa tuk jadi sama, tapi selalu belajar tuk saling bisa.
Bahagia kita itu sederhana, hanya dengan ketika menang kuis bikin puisi, ketika dapat kursi strategis di acara keren, ketika dapat bertemu dengan orang-orang penting, ketika berhasil bikin puding yang dicampur-campur rasanya, ketika berhasil mengoleskan bedak satu mangkok ke muka saat kalah main games, ketika dapat diskon ojek atau mobil online, ketika melihat foto masa kecil yang memalukan, ketika berhasil membujuk salah satu di antara kita tuk habiskan nasi goreng karena kekenyangan, ketika ada orang yang seperti berasal dari pedalaman bilang itu bahasa arab tapi kita ga ngerti, ketika ada busway yang nyasar masuk gang sempit di tempat rekreasi, dan masih banyak hal lain, yang mungkin bila diceritakan, satu hari pun tak cukup.
Teruntuk atas setiap hadiah di berkurangnya umurku, aku ucapkan terima kasih. Tak hanya untukmu, tapi juga untuk dua orang power ranger hebat yang andil dalam mempersiapkan itu. Sungguh, aku bahagia, sampai tak punya cara bagaimana untuk mengungkapkannya agar persis seperti apa yang aku rasakan. Setiap langkah kecil darimu, mencipta keyakinan besar padaku. Jika telah ku genggam apa yang aku impikan, ku katakan pada dunia bahwa kau adalah salah seorang yang berperan besar tuk mewujudkannya. Tanpa mu, aku mungkin bukan butiran debu, tetap manusia, tapi yang tak sempurna bahagianya.
Satu paragraf terakhir untuk dua power rangerku, yang selalu ada di saat aku di atas maupun titik terbawah dalam hidupku. Menjadi manusia yang bisa berubah sesuai situasi yang dibutuhkan. Kalian juga tak sempurna, tapi lagi-lagi, kalian menyempurnakanku. Kita hidup bersama dalam sarang, tempat di mana kita tumbuh dan berkembang, berjuang, bertukar pikiran, merencanakan strategi kehidupan, mengutarakan kritik dan saran, bertahan pada komitmen di saat yang lain mulai meninggalkan, dan tak luput candaan sebagai penghibur keadaan.
Terima Kasih untuk semua hal luar biasa yang kalian berikan, tak kan bisa ku balas semuanya dengan dunia, hanya doa yang terpanjat tuk kita kembali bersua di jannah-Nya sana.
Salam,
Dwihanda Firdaus
Selasa, 06 Juni 2017
Kesadaran Yang Mengubah
Cerita ini berawal ketika saya kelas tiga SMP, waktu itu lagi masa-masa pedalaman materi untuk menghadapi ujian nasional. Di jadwal, tertera kalo kami para siswa tingkat akhir akan menghadapi lima kali tryout ujian nasional. Awalnya, para siswa di kelompokkan berdasarkan nilai, (ada kelas A-E). Setelah pedalaman materi beberapa kali dalam sebulan yang diadakan sepulang sekolah, tryout pertama pun digelar, selang satu minggu akhirnya hasil tryout itu keluar.
Betapa kagetnya saya, ketika itu saya dapat nilai matematika 4,5. Pada saat itu, di dalam hati saya berkata: "Ini kan tryout, soal UN pasti gak jauh modelnya kayak begini, masa dapet 4,5 sih? Nanti UN nya gimana? Gak bisa dibiarin nih..."
Setelah semua nilai tryout kesatu keluar, ada empat mata pelajaran: Math, English, Bahasa, Science. Saya lihat nilainya, saya urutkan dari yang tertinggi sampai terendah, dan saya mendapatkan urutan: Bahasa-English-Science-Math. Dari situ saya sadar, bahwa kelemahan utama saya adalah di matematika.
Dari situ, saya mulai menyusun strategi untuk belajar lagi, terutama untuk dongkrak nilai math saya yang gak karuan itu. Di tengah aktivitas yang padat, dan banyak yang harus dipelajari, saya coba mengatur strategi agar bisa dapatkan hasil terbaik nanti. Ya, dari total jam belajar saya, saya mencoba membagi berdasarkan kemampuan saya, misal: jika saya punya waktu tiga jam belajar maka saya bagi untuk: Bahasa 30 menit, English 30 menit, Science 45 menit, dan Math 1,15 jam.
Jadi, pada waktu itu saya gak habisin semua waktu saya buat pelajarin semuanya, tapi saya fokuskan pada kelemahan saya, dan kekurangan-kekurangan lain. Ini berguna banget, jadi untuk mata pelajaran yang sekiranya udah lumayan bisa, sedikit aja jam belajarnya. Dengan strategi ini, saya berpikir bahwa: Kalo emang gak bisa bagus banget, paling ngga hasilnya insyaAllah seimbang semuanya, gak ada yang jomplang jelek. Karena kan udah lebihin waktu buat yang kurang, dan konsisten sama yang udah bagus.
Belajar dari kesalahan. Ya, strategi saya selanjutnya adalah belajar dari setiap soal yang saya ga bisa/susah. Jadi pas tryout saya suka tandain soalnya, atau tulis di note model soal kaya gimana, bagian mana yang ga bisa. Setelah ujian selesai, biasanya saya buka buku, nyari model soalnya, terus tanya ke guru atau teman yang bisa. Dari situ manfaatnya banyak, kalo dari guru saya dapet cara instan tapi ga nyalahin aturan, (saya emang type orang yang suka bikin cara sendiri hehe, ga struktural gitu)
Nah, pada tryout selanjutnya jadi saya udah tau gimana cara ngerjainnya. Terus, saya juga lebih suka ngerjain banyak model soal dari pada harus ngafal rumus, banyak kasus orang yang ngafal rumus, pas model soalnya dirubah dikit, eh blank. Akhirnya ga bisa jawab. Dari belajar model soal, ini kayak kita memahami gimana cari solusi dengan cepat, jadi kalau liat soal begini, udah tau gimana jawabnya. Lebih efisien daripada ngafal rumus. Silahkan pelajari rumus, karena itu ibarat foundation nya (dasar). Tapi jangan terlalu banyak buang waktu di sana. Karena soal juga sering berubah, yang kadang membuat rumus/posisi rumus berubah.
Kan biasanya kalo buku UN ada paket-paketnya ya? Nah itu dikerjain, nanti bakal ketemu sama berbagai macam level soal, dari yang tingkat kesulitannya rendah, sedang, sampai tinggi.
Setelah tryout selanjutnya diadakan dan hasilnya keluar, ternyata ada peningkatan di nilai math saya (walaupun waktu itu cuma naik satu jadi 5,5) tapi tetap aja itu progress kan? Hehe. Saya pernah dikasih tau, kalo progress itu lebih baik yang meningkat bertahap daripada langsung curam naik, katanya pasti ada yang salah kalau begitu.
Singkat cerita, nilai tryout math kelima saya itu 7,5. Setelah itu UN kan, pas UN dan ngeliat soalnya agak kaget sih, di dalam hati ngomong begini: "Gue udah belajar sampai level yang sulit eh yang keluar beginian. .." (Btw, ini bukan berarti penyesalan karena udah belajar banyak tapi yang keluar mudah, di sini titik sangat bersyukur, kaget yang asik. Daripada belajar yang mudah tapi dapat yang susah, nah lho?)
Ingat sekali waktu itu saya ga bisa kerjain dua nomor, tentang bangun campuran hehe. Alhamdulillah, waktu itu kertas coretannya sempat saya tunjukkan ke guru matematika, selain biar bantu koreksi cepet (kan biasanya kepo tuh sama nilai hehe, kan nilai resminya lama) sebagai bukti juga kalo ngerjainnya only by my self, karena waktu itu banyak kecurangan.
Biidznillah, hasil tak pernah mengkhianati proses. Alhamdulillah, setelah dapat hasil resminya. Nilai ujian nasional matematika saya 9,5. Waktu itu ga percaya, sempat speechless beberapa menit di depan komputer. Kayak ngimpi. Kini, pelajaran yang nilainya dulu terbawah, telah menempati urutan paling atas di daftar nilai ujian saya. Alhamdulillah.
Begitu pentingnya menyadari kemampuan diri, karena dari sanalah kita paham bagaimana menata kemampuan, meningkatkan kekurangan, mempertahankan kelebihan, dan juga hal apa yang ingin kita fokuskan untuk menjadi keahlian kita. Dan ini bukan hal sepele, karena sangat berhubungan dengan masa depan kita kelak.
Semoga bermanfaat ya sobat, sekiranya jika ini bermanfaat, silahkan di share. Agar makin banyak teman-teman yang lain yang tau pentingnya menyadari kemampuan yang dimiliki. Jika menemukan kekurangan, mohon dimaafkan, kritik dan saran sangat terbuka untuk disampaikan.
Selamat berjuang,
Jakarta, 06 Juni 2017.
@dwihandafirdaus
Kamis, 16 Maret 2017
Lika-Liku Berbakti
Bekerja adalah salah satu bakti saya kepada orangtua. Jika saya ambil negeri, berarti bakti saya berkurang selama 4 tahun, dan akan menyusahkan, dan saya gak pernah tau umur saya sampe mana...atau orangtua saya sampe mana umurnya. Bukankah sungguh menyesal seorang anak ketika orangtuanya masih hidup tapi ia tak dapatkan surga dari baktinya? Di dalam Al Qur'an, Allah menempatkan bakti kepada orangtua setelah menyembah Allah dan bersyukur kepada Allah... Jadi in syaa Allah ini kan jauh lebih baik dan in syaa Allah yang terbaik😊.