Bismillah, this story based on my experience. InsyaAllah, useful for you that will/facing exams.
Cerita ini berawal ketika saya kelas tiga SMP, waktu itu lagi masa-masa pedalaman materi untuk menghadapi ujian nasional. Di jadwal, tertera kalo kami para siswa tingkat akhir akan menghadapi lima kali tryout ujian nasional. Awalnya, para siswa di kelompokkan berdasarkan nilai, (ada kelas A-E). Setelah pedalaman materi beberapa kali dalam sebulan yang diadakan sepulang sekolah, tryout pertama pun digelar, selang satu minggu akhirnya hasil tryout itu keluar.
Betapa kagetnya saya, ketika itu saya dapat nilai matematika 4,5. Pada saat itu, di dalam hati saya berkata: "Ini kan tryout, soal UN pasti gak jauh modelnya kayak begini, masa dapet 4,5 sih? Nanti UN nya gimana? Gak bisa dibiarin nih..."
Setelah semua nilai tryout kesatu keluar, ada empat mata pelajaran: Math, English, Bahasa, Science. Saya lihat nilainya, saya urutkan dari yang tertinggi sampai terendah, dan saya mendapatkan urutan: Bahasa-English-Science-Math. Dari situ saya sadar, bahwa kelemahan utama saya adalah di matematika.
Dari situ, saya mulai menyusun strategi untuk belajar lagi, terutama untuk dongkrak nilai math saya yang gak karuan itu. Di tengah aktivitas yang padat, dan banyak yang harus dipelajari, saya coba mengatur strategi agar bisa dapatkan hasil terbaik nanti. Ya, dari total jam belajar saya, saya mencoba membagi berdasarkan kemampuan saya, misal: jika saya punya waktu tiga jam belajar maka saya bagi untuk: Bahasa 30 menit, English 30 menit, Science 45 menit, dan Math 1,15 jam.
Jadi, pada waktu itu saya gak habisin semua waktu saya buat pelajarin semuanya, tapi saya fokuskan pada kelemahan saya, dan kekurangan-kekurangan lain. Ini berguna banget, jadi untuk mata pelajaran yang sekiranya udah lumayan bisa, sedikit aja jam belajarnya. Dengan strategi ini, saya berpikir bahwa: Kalo emang gak bisa bagus banget, paling ngga hasilnya insyaAllah seimbang semuanya, gak ada yang jomplang jelek. Karena kan udah lebihin waktu buat yang kurang, dan konsisten sama yang udah bagus.
Belajar dari kesalahan. Ya, strategi saya selanjutnya adalah belajar dari setiap soal yang saya ga bisa/susah. Jadi pas tryout saya suka tandain soalnya, atau tulis di note model soal kaya gimana, bagian mana yang ga bisa. Setelah ujian selesai, biasanya saya buka buku, nyari model soalnya, terus tanya ke guru atau teman yang bisa. Dari situ manfaatnya banyak, kalo dari guru saya dapet cara instan tapi ga nyalahin aturan, (saya emang type orang yang suka bikin cara sendiri hehe, ga struktural gitu)
Nah, pada tryout selanjutnya jadi saya udah tau gimana cara ngerjainnya. Terus, saya juga lebih suka ngerjain banyak model soal dari pada harus ngafal rumus, banyak kasus orang yang ngafal rumus, pas model soalnya dirubah dikit, eh blank. Akhirnya ga bisa jawab. Dari belajar model soal, ini kayak kita memahami gimana cari solusi dengan cepat, jadi kalau liat soal begini, udah tau gimana jawabnya. Lebih efisien daripada ngafal rumus. Silahkan pelajari rumus, karena itu ibarat foundation nya (dasar). Tapi jangan terlalu banyak buang waktu di sana. Karena soal juga sering berubah, yang kadang membuat rumus/posisi rumus berubah.
Kan biasanya kalo buku UN ada paket-paketnya ya? Nah itu dikerjain, nanti bakal ketemu sama berbagai macam level soal, dari yang tingkat kesulitannya rendah, sedang, sampai tinggi.
Setelah tryout selanjutnya diadakan dan hasilnya keluar, ternyata ada peningkatan di nilai math saya (walaupun waktu itu cuma naik satu jadi 5,5) tapi tetap aja itu progress kan? Hehe. Saya pernah dikasih tau, kalo progress itu lebih baik yang meningkat bertahap daripada langsung curam naik, katanya pasti ada yang salah kalau begitu.
Singkat cerita, nilai tryout math kelima saya itu 7,5. Setelah itu UN kan, pas UN dan ngeliat soalnya agak kaget sih, di dalam hati ngomong begini: "Gue udah belajar sampai level yang sulit eh yang keluar beginian. .." (Btw, ini bukan berarti penyesalan karena udah belajar banyak tapi yang keluar mudah, di sini titik sangat bersyukur, kaget yang asik. Daripada belajar yang mudah tapi dapat yang susah, nah lho?)
Ingat sekali waktu itu saya ga bisa kerjain dua nomor, tentang bangun campuran hehe. Alhamdulillah, waktu itu kertas coretannya sempat saya tunjukkan ke guru matematika, selain biar bantu koreksi cepet (kan biasanya kepo tuh sama nilai hehe, kan nilai resminya lama) sebagai bukti juga kalo ngerjainnya only by my self, karena waktu itu banyak kecurangan.
Biidznillah, hasil tak pernah mengkhianati proses. Alhamdulillah, setelah dapat hasil resminya. Nilai ujian nasional matematika saya 9,5. Waktu itu ga percaya, sempat speechless beberapa menit di depan komputer. Kayak ngimpi. Kini, pelajaran yang nilainya dulu terbawah, telah menempati urutan paling atas di daftar nilai ujian saya. Alhamdulillah.
Begitu pentingnya menyadari kemampuan diri, karena dari sanalah kita paham bagaimana menata kemampuan, meningkatkan kekurangan, mempertahankan kelebihan, dan juga hal apa yang ingin kita fokuskan untuk menjadi keahlian kita. Dan ini bukan hal sepele, karena sangat berhubungan dengan masa depan kita kelak.
Semoga bermanfaat ya sobat, sekiranya jika ini bermanfaat, silahkan di share. Agar makin banyak teman-teman yang lain yang tau pentingnya menyadari kemampuan yang dimiliki. Jika menemukan kekurangan, mohon dimaafkan, kritik dan saran sangat terbuka untuk disampaikan.
Selamat berjuang,
Jakarta, 06 Juni 2017.
@dwihandafirdaus
0 komentar:
Posting Komentar