Seorang manusia, terlebih seorang muslim harus senantiasa
meningkatkan kualitas dirinya. Karena, baiknya kualitas seorang pribadi akan
mempunyai dampak bagi lingkungan di sekitarnya. Tidak hanya aspek ruhiyah saja,
akan tetapi juga aspek aqliyah nya. Meningkatkan kualitas aqliyah (pikiran)
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan membaca. Orang
bijak berkata bahwa “Kita adalah apa yang kita baca.” Hal itu menandakan bahwa
apa yang kita baca sangat mempengaruhi bagaimana diri kita akan terbentuk
kelak. Sebagai seorang pemuda muslim, ada baiknya jika kita meniru jejak-jejak
pemuda islam yang sangat gemilang dalam usia mudanya, sudah banyak kisah-kisah
mereka yang dituangkan ke dalam buku oleh penulis-penulis hebat dengan gaya
penulisan yang mudah dimengerti oleh generasi saat ini. Salah satu contohnya
adalah buku berjudul Api Tauhid karya
Habiburrahman El-Shirazy.
Di dalam buku ini, tertuang sebuah perjalanan menuntut ilmu
dan dakwah seorang ulama besar yang berasal dari Turki, beliau bernama
Badiuzzaman Said Nursi dengan kitab nya yang begitu fenomenal: Risalah An-Nur. Kehausannya akan ilmu
telah membawa nya menapaki berbagai macam tempat di belahan dunia diusia yang
sangat muda. Berpuluh-puluh kitab yang-sudah-dihafalnya-di luar kepala dalam
waktu yang singkat membuktikan bahwa beliau memiliki kecerdasan yang sungguh
luar biasa. Tak heran, dalam usia yang masih dalam hitungan belasan keluasan
ilmunya telah menyamai orang-orang dewasa pada zaman itu. Meski demikian, jubah
para ulama yang ditawarkan kepada nya pun ia tolak dengan alasan: Ilmunya belum
seberapa.
Tak sedikit orang-orang yang menguji kecerdasannya, dan
mereka berasal dari kalangan intelektual bahkan dari kalangan yang memiliki
jabatan penting pada pemerintahan Turki saat itu. Debat ilmiah pun bukan hal
yang asing lagi baginya, kemenangan yang selalu ia raih terkadang membuat
lawannya geram hingga memilih jalur kekerasan. Suatu ketika, Said Nursi
berjalan sendirian dalam suatu malam, tiba-tiba ia dikeroyok oleh sekelompok
pemuda hingga babak belur dan nyaris celaka apabila tidak ditolong oleh
penduduk saat itu. Sungguh mulia akhlak Said Nursi, saat kawanan itu ditangkap
polisi dan dipenjara, justru ia meminta untuk mereka dibebaskan, karena
sekelompok pemuda itu adalah ahli ilmu, dan ia ingin menjaga harga diri para
pemilik ilmu.
Kejadian demi kejadian luar biasa telah berlalu. Sampai suatu
ketika Said Nursi terhenyak ketika membaca sebuah koran yang berisikan
perkataan Perdana Menteri Inggris William Ewart Gladstone kepada media Inggris:
“Selama kaum muslim memiliki Al-Qur’an, kita tidak akan bisa menundukkan
mereka. Kita harus mengambilnya dari mereka, menjauhkan mereka dari Al Qur’an,
atau mereka kehilangan rasa cinta terhadap Al Qur’an.” Mendengar hal itu, Said
Nursi geram dan tak akan membiarkan siapa pun memadamkan cahaya Al Qur’an.
Beliau berinisitif untuk mendirikan banyak madrasah di berbagai daerah Turki.
Keberanian yang dimilikinya sungguh tak perlu diragukan lagi. Demi tujuannnya
itu, Said Nursi bertekad menemui Sultan yang pada saat itu tidak sembarang orang
bisa menemuinya. Said Nursi yang begitu kritis dengan kebijakan pemerintah saat
itu yang mencoba memperbanyak pendidikan umum sekuler dan membabat madrasah.
Karena keinginannya itu, Said Nursi sering disebut sebagai orang gila yang
membuat dirinya di bawa ke rumah sakit jiwa. Pada saat itu, kecerdasan Said
Nursi kembali teruji dengan kemampuannya dalam menghafal, buku ilmu kedokteran
tingkat lanjut pun ia baca, tiga halaman berlalu, Said Nursi mampu menghafalnya
tanpa salah satu kata pun. Ilmu nya yang begitu luas, yang tak hanya meliputi
ilmu syar’I, tetapi juga ilmu modern yang berkembang pada saat itu.
Sungguh tidaklah cukup membahas sosok seseorang yang luar
biasa hanya dalam tujuh ratus lima puluh kata, akan tetapi, dari gambaran
singkat ini setidaknya membuat kita belajar banyak hal, tentang begitu
dahsyatnya peran membaca dalam kehidupan yang bisa membuka wawasan seseorang
lalu terjelma dalam kebermanfaatan yang berkelanjutan bagi agama dan bangsa. Al
Qur’an yang telah melekat pada diri Said Nursi menuntunnya dalam menentukan
sikap akan suatu hal, meski pun hal itu terkadang membawanya pada
situasi-situasi sulit. Cerita perjalanan dakwah yang selalu disikapi dengan
cinta dan keluhuran akhlak membawanya kepada sepakatnya manusia bahwa Islam
adalah kedamaian, yang menentramkan setiap hati yang berada di dalamnya.
Kesuksesan yang diraih Said Nursi tidak mustahil kembali terulang pada zaman
saat ini, jika mereka mau mengikuti jejaknya.
Satu yang perlu diwaspadai oleh generasi milenial, bahwa musuh-musuh Islam saat ini tidak hadir
dalam rombongan berkuda dan berpedang seperti zaman Rasulullah Shalallahu
‘Alayhi Wasallam dahulu, yang perlu tenaga bahkan mengorbankan nyawa dalam
menghadapinya. Musuh Islam saat ini hadir tidak memerangi fisik para muslim,
tapi memerangi pemikirannya, dan menjauhkannya dari Al Qur’an. Generasi
milenial, yang di mana teknologi bukanlah hal yang asing baginya, seyogyanya
bisa dimanfaatkan sebagai senjata dakwah untuk menyebarkan kebenaran Islam,
bukan sebaliknya, menjadi sesuatu yang melalaikan: yang mempermudah musuh Islam
untuk menggantikan posisi Al Quran di hati para pemuda Islam.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
El
Shirazy, Habiburrahman. 2014. Api Tauhid.
Jakarta: Republika
0 komentar:
Posting Komentar