Darinya, aku belajar tentang bagaimana berdamai dengan hati dan keadaan.
Ketika pemimpin utama telah tumbang, meninggalkannya di usia yang sangat belia, tapi mimpi yang ia bangun dengan keyakinan ayahnya terus tumbuh mengakar dan kokoh.
Kesedihan mendalam tak membuatnya terpuruk dalam ketidakberdayaan, karena hadir sang ibu sebagai pemimpin baru yang lembut, yang masih sama, masih percaya, dan terus percaya, bahwa ia dapat mewujudkan mimpinya.
Bertahun-tahun mimpi itu berada di dalam pikirannya, menyita segala perhatiannya. Tapi percayalah, mimpi itu terus tumbuh seiring dengan pengorbanan, kerja keras, air mata, bahagia, sakit, dan tak lupa doa yang membalutnya.
Meski hati dan keadaan seakan berkata bahwa mimpi nya berhenti di sini. Tapi ia menyadari, bahwa itu hanyalah prasangka hati. Maka segeralah ia bersimpuh diri kepada Sang Ilahi.
Sesuatu yang ia dan kedua orangtuanya sangat percayakan bahwa akan menjadi kenyataan, di tengah semua ketidakmungkinan.
Sedikit bicara tapi banyak aksinya. Karena ia tahu, bicaranya tak cukup membuat orang-orang percaya bahwa ia mampu. Dan benar saja, ia mampu mewujudkan itu, meski baginya ini masih sebagai permulaan.
Darinya aku belajar banyak hal. Tentang sebuah keyakinan, keingintahuan, tentang sebuah bakti, ketulusan, keikhlasan, kebijaksanaan, keberanian, ketegasan, kelembutan, dan masih banyak hal lain yang rasanya aku sendiri tak mampu untuk menjabarkannya.
Bagiku, sejarah adalah tolak ukur, ia yang pernah mengukir sejarah, hingga dunia bisa mengenalnya. Bagaimanakah ia bisa melakukannya di masa lalu? Apa rahasianya? Apa kita bisa sepertinya? Maka jawabannya adalah: BISA! Cari rahasia itu, dan lakukanlah apa yang ia dulu lakukan. Maka kamu akan dapatkan apa yang ia dapatkan.
Terima kasih eyang, telah ajarkan aku banyak hal. Jika engkau dengan lantang mengatakan mimpi-mimpimu kepada orang, maka aku pun ingin orang-orang tahu, bahwa salah satu mimpiku, adalah bisa bertemu denganmu, mendengar kisah perjuangan itu langsung dari mulutmu. Aku percaya dengan semua mimpiku, seperti engkau percaya pada mimpimu dulu.
Salam hormat dari cucu intelektualmu,
@dwihandafirdaus
Ketika pemimpin utama telah tumbang, meninggalkannya di usia yang sangat belia, tapi mimpi yang ia bangun dengan keyakinan ayahnya terus tumbuh mengakar dan kokoh.
Kesedihan mendalam tak membuatnya terpuruk dalam ketidakberdayaan, karena hadir sang ibu sebagai pemimpin baru yang lembut, yang masih sama, masih percaya, dan terus percaya, bahwa ia dapat mewujudkan mimpinya.
Bertahun-tahun mimpi itu berada di dalam pikirannya, menyita segala perhatiannya. Tapi percayalah, mimpi itu terus tumbuh seiring dengan pengorbanan, kerja keras, air mata, bahagia, sakit, dan tak lupa doa yang membalutnya.
Meski hati dan keadaan seakan berkata bahwa mimpi nya berhenti di sini. Tapi ia menyadari, bahwa itu hanyalah prasangka hati. Maka segeralah ia bersimpuh diri kepada Sang Ilahi.
Sesuatu yang ia dan kedua orangtuanya sangat percayakan bahwa akan menjadi kenyataan, di tengah semua ketidakmungkinan.
Sedikit bicara tapi banyak aksinya. Karena ia tahu, bicaranya tak cukup membuat orang-orang percaya bahwa ia mampu. Dan benar saja, ia mampu mewujudkan itu, meski baginya ini masih sebagai permulaan.
Darinya aku belajar banyak hal. Tentang sebuah keyakinan, keingintahuan, tentang sebuah bakti, ketulusan, keikhlasan, kebijaksanaan, keberanian, ketegasan, kelembutan, dan masih banyak hal lain yang rasanya aku sendiri tak mampu untuk menjabarkannya.
Bagiku, sejarah adalah tolak ukur, ia yang pernah mengukir sejarah, hingga dunia bisa mengenalnya. Bagaimanakah ia bisa melakukannya di masa lalu? Apa rahasianya? Apa kita bisa sepertinya? Maka jawabannya adalah: BISA! Cari rahasia itu, dan lakukanlah apa yang ia dulu lakukan. Maka kamu akan dapatkan apa yang ia dapatkan.
Terima kasih eyang, telah ajarkan aku banyak hal. Jika engkau dengan lantang mengatakan mimpi-mimpimu kepada orang, maka aku pun ingin orang-orang tahu, bahwa salah satu mimpiku, adalah bisa bertemu denganmu, mendengar kisah perjuangan itu langsung dari mulutmu. Aku percaya dengan semua mimpiku, seperti engkau percaya pada mimpimu dulu.
Salam hormat dari cucu intelektualmu,
@dwihandafirdaus
posted from Bloggeroid
0 komentar:
Posting Komentar